Minggu, 04 November 2007

Re: [psikologi_transformatif] East way of thinking vs East wisdom (Re: Latar Belakang Knowledge Management)

Pak Wolker dan Mbak Swas,

Yang arif itu bukan saya, tapi orang zaman dahulu  yang saya kutip nasehatnya untuk dishare pada manusia zaman ini.
Konfusius (hidup 500 SM) pun tidak berani mengatakan sebagai penemu tapi hanya transmitter apa yang sudah ada di zaman dahulu.
Budaya ini unik karena Kitab I Ching sudah berumur 3000 SM. Padahal sebuah kitab baru bisa ditulis bilamana sudah ada huruf .
Huruf kanji sdh ada jauh sebelumnya dan uniknya menggambar obyek konkrit dan abstrak seperti yang ada di buku Kearifan Timur.
Ini menjawab soal keabadian, bukankah berarti masa lalu dan yang akan datang bertemu dalam kini dan di sini ?

Yang unik lagi adalah  filsafat yang tinggi-tinggi itu kok bisa  menukik  ke dalam hati manusia melalui syair  dan kaligrafi.
Saya menemukan kaligrafi singkat " Nan Yen - Pei Che " , artinya : mau ke selatan kok perginya ke utara.
Menurut orang yang faham, untuk mengingatkan orang keras kepala yang keukeuh pada pendapatnya sendiri dan susah dinasehti.
" Ada orang naik kuda tergesa-gesa dan ketika ditanya mau kemana, dia bilang mau ke selatan.
Oleh si penanya diberitahu bahwa dia salah jalan. Tapi orang itu keukeuh mengatakan tidak apa 2 karena akhirnya akan sampai juga ke selatan. Kan buang tenaga dan kudanya bisa mati kecapaian, ia menjawab tidak apa2 saya punya uang untuk membeli penggantinya. Kan buang ongkos banyak ? Tidak apa2 saya sudah membawa uang yang lebih dari cukup ? Kan buang waktu ? Tidak apa2, saya sedang dalam liburan panjang ....dst  
Dengan kisah ini orang keukuh itu bisa disadarkan sehingga ketawa tanpa merasa tersinggung lalu mau memperbaiki dirinya.
====
Ada lagi yang efektivitasnya bisa langsung meresap seperti syair " Seribu kawan masih terasa kurang, sedangkan satu musuh sudah kelewat banyak ". Kalau setiap pagi dan saat mau pulang sekolah para siswa diminta mengucapkan syair pendek ini, maka bisa meredam tawuran antar pelajar. Suatu cara yang mungkin lebih efektif dari mendengarkan kuliah tentang etika , moral dsb.
Gurunya tentu lebih baik kalau sudah mempelajari konsep Fuad Hassan atau mendengar metafor klasik, tapi siswa nya belum memerlukan hal itu, cukup dengan syair yang singkat padat ini.
=====
Interaksi kita selama ini membuktikan bagaimana via Internet, manusia bisa saling belajar sehingga tambah dewasa dan matang.
Itulah sebabnya ketika Konfusius ditanya bagaimana caranya untuk bisa terus belajar menjadi manusia yang baik.
Dia menjawab : ya manusia hrs digosok dengan manusia. Ia mau mengingatkan bahwa meski semua book studies itu penting, tapi pembelajaran yang sesungguhnya baru terjadi kalau manusia digosok dengan manusia.
Betapa banyak orang yang belum  menyadari sehingga  waktu dan energinya dibuang percuma, malah menambah musuh saja !

Salam,
Jusuf Sutanto

----- Pesan Asli ----
Dari: wolikertajiwa <wolikertajiwa@yahoo.com>
Kepada: psikologi_transformatif@yahoogroups.com
Terkirim: Minggu, 4 November, 2007 4:07:27
Topik: [psikologi_transformatif] East way of thinking vs East wisdom (Re: Latar Belakang Knowledge Management)

Saya mendapat pengetahuan berharga, via suatu milis, dari seorang
Chinese-Indonesia yang tinggal di Amerika. Karena latar belakang
keahliannya Filsafat, dia menekankan pentingnya membedakan
antara "Timur" sebagai cara berpikir dan "Timur" sebagai pepatah-
pepatah, ujar-ujar arif, nasihat-nasihat.

"Timur" sebagai nasihat-nasihat tidaklah terlalu penting. Yang
menurut teman tersebut yang istimewa adalah Timur sebagai disiplin
berpikir alternatif. Cara berpikir timur : holistik, melihat
interkoneksi antara bagian-bagian, melihat baik Yin maupun Yang, non-
linier.
(catatan :umumnya yang diartikan timur adalah China, Jepang dan
India; Jawa lain lagi : mengutamakan kehalusan rasa).

Dengan pembedaan ini (cara berpikir vs nasihat) kita tidak perlu
menuntut Pak Jusuf 'bertindak atau menulis lebih arif'. Cukuplah
peranan Pak Jusuf memperkenalkan "timur" sebagai cara berpikir
alternatif. Dan kepada Pak Jusuf juga tidak perlu sibuk menasihati
orang, menggurui, ataupun 'bersikap arif'.

Swas, misalnya, punya pedoman Kitab Suci sebagai sumber nasihat.
Atau, bisa jadi, Fulan punya sumber nasihat dari budaya Jawanya.
Resistensi, kesia-siaan, superioritas- inferioritas, dapat saja
terjadi kalau seseorang menasihati mereka dari sudut Zen, Lao Tse,
Krishnamurti. Tapi...sebagai sharing nggak apa-apa. Toh sharing beda
dengan menasihati.

Mari kita gali terus Cara Berpikir Timur !

WK

Referensi kecil:
Choi, Incheol and Richard Nisbett. Cultural Psychology of Surprise.
Journal of Personality and Social Psychology. 79/6, 2000. A Korean
and an American psychologist quantify global wave/particle cognitive
complements. ---> East Asians are held to reason holistically,
attending to the field in which objects are embedded and attributing
causality to interactions between the object and the
field….Westerners are held to think analytically, attending
primarily to the object and paying little attention to the field and
preferring to attribute causality to properties of the object. (890)

Choi, Incheol, et al. Individual Differences in Analytic versus
Holistic Thinking. Personality and Social Psychology Bulletin. 33/5,
2007. Oh, East is East, and West is West, and never the twain shall
meet. famously wrote Rudyard Kipling in 1895. Over a century later,
it can now be quantified and explained that these great hemispheres
are in fact complementary in kind. A collaboration of Seoul National
University and the University of Virginia here reaffirms an
archetypal reciprocity as the quotes express. Asian mentations are
also said to consider a larger amount of information, and to pursue
middle ground compromises, yin/yang style, rather than fixing on one
option. ----> It is now widely accepted that East Asians hold a
holistic assumption that every element in the world is somehow
interconnected, whereas Westerners tend to view the universe as
composed of independent objects. (692) In the holistic style of East
Asians, attention tends to be oriented toward the relationship
between objects and the field to which the objects belong. In
contrast, the analytic style of Westerners tends to focus attention
more on an object itself rather than on to field to which it
belongs. The apparent difference in the allocation of attention
allows East Asians to see the "whole picture" with more ease than
they would see individual parts, whereas the reverse is the case for
Westerners. (692)

Clarke, John James. The Tao of the West. London: Routledge, 2000. An
attempt to find a middle path between an Eastern sense of a
holistic, ecological cosmos spontaneously engaged in self-creation
and the Western penchant for a mechanistic, determinist model which
defers to transcendence.
Lihat :
http://www.naturalg enesis.net/ default.taf? _function= bib&ID=59

--- In psikologi_transform atif@yahoogroups .com, Jusuf Sutanto
<jusuf_sw@.. .> wrote:
>
> Dear all,
>
> Banyak yang mengharapkan supaya diberikan tips bagaimana
kearifan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
> Setelah Diagram Tulang Ikan Ishikawa untuk membuka pikiran
karyawan sehingga mau memahami hubungan keterkaitan antara yang satu
dengan yang lain, sekarang kita akan membahas tentang Knowledge
Management..
> Ilmu ini muncul untuk mengantisipasi kebiasaan negatif : ganti
pemimpin ganti kebijakan ; setelah anaknya kembali dari belajar di
luar negeri lalu semua yang ada diacak-acak dan diubah.
> Karena muncul ilmu Knowledge Management untuk menginventarisasika n
kekayaan pengetahuan yang didapat berdasarkan pengalaman dari
generasi yang terdahulu supaya bisa diwariskan pada generasi penerus.
>
> Dalam kearifan timur sudah dikenal ajaran " kalau kamu mau
memindahkan pagar, tanyalah terlebih dulu pada siapa yang membuatnya
dan untuk tujuan apa dibuat. Ini mengisyaratkan supaya kita
menghargai generasi pendahulu dan tidak main hantam kromo mengganti
yang lama dengan yang baru. Ajaran ini ditujukan untuk membimbing
kaum muda yang akan menggantikan yang tua.
> Lantas bagaimana tanggung jawab yang tua pada yang muda ?
>
> Budaya Timur sangat unik dan bisa dituangkan dalam ceritera silat
menjadi semacam Psikologi Naratif.
> Misalnya dalam film Crouching Tiger-Hidden Dragon, dikisahkan
seorang pewaris Butong yang telah menerima pedang pusaka dari
gurunya, tapi belum juga menemukan murid yang berbakat untuk
mewarisi ilmunya. Akhrinya pedang itu dititipkan pada seorang spy
dikembalikan ke perguruannya, tapi di tengah jalan dicuri oleh
seorang pencuri.
> Pewaris Butong itu mencoba merebutnya kembali dan ketika terlibat
dalam duel, dia merasakan pencurinya berbakat dan menggunakan jurus2
Butong yang belum sempurna.
> Yang terjadi sesudah itu adalah lalu duel diubah menjadi pewarisan
ilmu Butong yang sejati.
> Pemilik pedang pusaka malah mengasah sang pencuri dengan ilmu yang
sejati.
> Pesan dari kisah ini adalah " ketika bertemu dengan urusan
keberlanjutan suatu ilmu, maka permusuhan menjadi sirna seketika
karena yang lebih diutamakan adalah kesinambungan ilmu.
> Hal yang sama terjadi dalam kisah Pendekar Rajawali Sakti, ketika
Kim Lun Hoat Ong, Hakim Roda Emas, menurunkan ilmunya pada Kwee
Siang, anak bungsu musuhnya Kwee Tjeng.
> Sayang sekali tidak ada orang yang menjelaskan spirit di balik
ceritera silat sehingga intisari ajarannya tidak bisa muncul.
> Pemahaman yang bersifat esoteric ini kemudian diubah menjadi
kognitif - konseptual oleh ilmuwan modern.
> Dapatkah psikolog Indonesia mentransfer pemahamannya untuk
menghasilkan hal seperti ini dalam rangka membangun bangsanya ?
>
> Semoga bermanfaat,
> Jusuf Sutanto
>
>
>
>
>
>
> ____________ _________ _________ _________ _________ ________
> Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
> http://id.yahoo. com/
>




Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers

__._,_.___
Recent Activity
Visit Your Group
HDTV Support

The official Samsung

Y! Group for HDTVs

and devices.

Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Yahoo! Groups

Going Green

Share your passion

for the planet.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: